Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemrehati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensimaluku.id,-Ambon- Kim Jong-il merupakan pimpinan Korea Utara kelahiran 16 Februari 1942, lantas meninggal pada 17 Desember 2011. Dia menggantikan ayahnya, Kim Il-sung, yang memimpin sejak 1948. Kim Jong-il diangkat menggunakan sistem di mana dialah satu-satunya calon pemimpin. Dia juga menjabat Ketua Komisi Pertahanan Nasional dan Sekretaris Jenderal Partai Pekerja Korea. Pada suatu waktu Kim pernah mengungkapkan kata-kata bernada kontemplatif bahwa, “seseorang bertanggung jawab atas takdirnya sendiri, namun manusia juga memiliki kemampuan untuk menghilangkan takdir itu”.
***
Terlepas dari itu, tak banyak Perdana Menteri (PM), yang karier awalnya adalah jurnalis. Salah satunya José Manuel Ramos-Horta, yang populer dengan sapaan Jose Ramos Horta PM Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) periode 2006-2007, dimana karier awalnya adalah seorang wartawan, tatkala pendudukan Portugis di tahun 1969 lampau, saat usianya 20-an tahun. Lantaran mengkritisi penjajahan Portugis dalam beberapa artikel di surat kabar, akhirnya Horta diasingkan ke Mozambik, salah satu negara jajahan Portugis di Afrika bagian selatan selama dua tahun, sejak tahun 1970 hingga 1971.
Sama halnya dengan Alexander Boris de Pfeffel Johnson, yang populer dengan sapaan Boris Johnson, yang terpilih sebagai PM Inggris pada Selasa 23 Juli 2019 lalu, setelah menghempaskan rivalnya Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt, dalam kontestasi kepala pemerintahan England itu, dengan raihan suara sebesar 66.4 persen, karier awalnya juga adalah seorang wartawan. Setelah pendidikannya selesai, Johnson memulai karirnya sebagai jurnalis untuk harian The Times berkat koneksi keluarga.
Tapi, karirnya di The Times tidak bertahan lama karena Johnson ketahuan merekayasa kutipan narasumber dan kemudian dipecat. Namun, ia melanjutkan karirnya sebagai jurnalis di harian The Daily Telegraph dan berhasil menjadi koresponden di Brussels, Belgia. Lagi-lagi Johnson membuat kontroversi karena artikelnya sering memuat informasi palsu yang dibuat untuk mendiskreditkan Komisi Eropa. Setelah itu, pada tahun 1999, Johnson didapuk sebagai editor harian sayap kanan The Spectator yang masih merupakan publikasi saudara dari The Daily Telegraph.
Tak selamanya ia menggeluti profesinya sebagai seorang jurnalis. Johnson pun memilih banting setir dengan menjadi politikus. Debut politiknya pada tahun 2001, dimana dia terpilih sebagai anggota parlemen untuk Partai Konservatif mewakili Henley, yang dilanjutkannya lagi pada tahun 2005 sampai dengah tahun 2008. Usai menjadi anggota parlemen, mantan kuli tinta itu mencoba peruntungan sebagai calon Walikota London di tahun 2008, dia pun sukses menjadi Walikota London menggantikan Ken Livingstone dari Partai Buruh.
Johson kemudian terpilih lagi untuk periode kedua sejak tahun 2012 hingga tahun 2016. Selama masa kepemimpinannya, ia membanggakan pencapaiannya yang berhasil mengurangi angka kejahatan. Tapi, ia tetap tidak lepas dari beberapa kebijakan yang kontroversial. Sebut saja proyek water cannon dan garden bridge yang berbiaya mahal dan dibiayai menggunakan uang publik. Meski sudah usai jabatannya sebagai Walikota London, tidak membuat Johnson berhenti meninti karier politiknya.
Dia memutuskan kembali ke Parlemen dan terpilih sebagai perwakilan dari Uxbridge dan South Ruislip pada tahun 2015. Setahun kemudian ia ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri oleh Perdana Menteri Theresa May. Namun kemudian dia mengundurkan diri pada Juli 2018 setelah dua tahun menjabat. Hal itu disebabkan adanya perbedaan pendapat dengan May mengenai masalah Brexit. Menurut May kesepakatan itu terlalu lemah. Dalam perjalananya, pria kharismatik dan humoris, dengan gaya rambutnya acak-acakan. Begitu pula gaya berpakaiannya tidak rapi, dan juga ia sering terlambat saat menghadiri sebuah acara menunjukan prestasinya, yang luar biasa setelah dia sukses meraih jabatan PM Inggris Selasa 23 Juli 2019 lalu. (suara.com, 2017, detik.com, sosok.id, 2019). (*)
Discussion about this post