Dr. M.J. Latuconsina,S.IP,MA
Pemrehati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensi Maluku.id,- Ambon – Tak lain adalah Henry Alfred Kissinger (1973-1977), yang populer dengan nama Henry Kissinger. Ia adalah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada era Presiden Richard Nixon (1913-1994) dan era Presiden Gerald Ford (1913-2006), di tahun 1973 ia pernah diganjar Nobel Prize atas jasa-jasanya mengakhiri perang Amerika Serikat-Vietnam. Pada suatu waktu, ia pernah mengungkapkan bahwa, “tidak adanya alternatif membersihkan pikiran dengan luar biasa.” Fokus ungkapan itu, tidak pada keseluruhan kalimatnya, melainkan pada diksi “alternatif”, dimana suatu Pemerintahan perlu memiliki alternatif, sebagai suatu political policy dalam menghadapi krisis ekonomi.
***
Terlepas dari itu, sejak Februari 2020 lalu perekonomian nasional mulai berjalan melambat, dimana diprediksi pertumbuhan perekonomian nasional akan berada di kisaran 2,3%. Bahkan skenario terburuknya bisa menyentuh negatif 0,4%, hal ini terjadi jika pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat menjadi 3,2% dalam skenario berat, hingga 1,6% dalam skenario sangat berat. Kemudian, pertumbuhan konsumsi pemerintah hanya tumbuh 6,83% atau 3,73% yang berpotensi meningkatkan defisit hingga 5,07%.
Kondisi ini diikuti pula dengan konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga turun 1,78% hingga 1,91%. Penyebab lainnya, yakni kinerja investasi yang kurang positif, hanya tumbuh 1% atau bahkan menurun 4%. Selanjutnya, ekspor yang menurun tajam 14% hingga 15,6%, serta impor turun 14,5% hingga 16,65%. Pelembatan perekonomian nasional itu, sangat berdampak pada sektor rumah tangga. Pasalnya, dari sisi konsumsi mereka tidak melakukan aktivitas ekonomi.
Selain sektor rumah tangga, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga merupakan sektor yang terpukul. Tak hanya itu, korporasi juga akan mengalami tekanan dari sisi rantai pasokan dan perdagangan. Hal ini kemudian akan merembet ke sektor keuangan. Prediksi perekonomian nasional yang negatif ini disampaikan langsung Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia (RI) Sri Mulyani Indrawati kepada public di tanah air pada 1 April 2020 lalu melalui media masa nasional.
Tentu pelambatan perekonomian kita itu, tidak dikarenakan salah urus di level domestik, seperti layaknya pelambatan perekonomian kita yang terjadi pada era Pemerintahan Orde Lama dan era Pemerintahan Orde Baru, yang tidak saja berdampak pada inflasi namun juga berdampak negative pada hiperinflasi, yang kemudian menggerogoti jabatan Presiden Sukarno dan jabatan Presiden Suharto, sehingga kemudian mereka pun terpental dari jabatannya selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Namun pelambatan perekonomian kita itu, lebih disebabkan pendemi corona yang mengglobal dan merebak dari Cina pada Februari 2020 lalu, dimana mulai terasa di tanah air pada Maret 2020 tatkala dua warga negara Indonesia, seorang ibu dan anaknya terkena corona. Dari dua kasus ini, kemudian mulai terkuak korban corona, yang pada 3 April 2020 kemarin telah mencapai 1.986 kasus. Dari jumlah itu, korban meninggal mencapai 181 jiwa, dan angka yang sembuh 134 orang.
Melihat kondisi ini, tentunya Pemerintah tidak berdiam diri, melainkan Pemerintah berupaya semaksimalnya melalui political policy-nya, dalam rangka menghadapi krisis ekonomi, yang bakal terjadi seiring dengan merebaknya corona di tanah air. Hal ini dilakukan Pemerintah melalui 11 poin penting kebijakan ekonomi, yang memiliki relevansi dengan penanganan pendemi corona pada 31 Maret 2020 lalu, yang disampaikan langsung Presiden Joko Widodo dalam konferensi persnya dari Istana Bogor.
Adapun 11 poin penting dari kebijakan ekonomi Pemerintah itu, antara lain ; dukungan terhadap bidang kesehatan, insentif bulanan tenaga medis, perlindungan sosial, tarif listrik, naikkan anggaran kartu prakerja, pemulihan ekonomi, antisipasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Nasabah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat keringanan angsuran, bidang non-fiskal, refokusing dan relokasi belanja, serta menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
Jika di simak political policy Pemerintah dalam menghadapi krisis ekonomi seiring dengan meluasnya pendemi corona itu, tentu sejalan dengan substansi policy sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas R. Dye, salah seorang profesor emeritus ilmu politik dari Florida State University , yang populer melalui karyanya ; “Understanding Public Policy” di tahun 1972 lalu bahwa, “kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever governments choose to do or not to do)”.
Ekspetasi kita dengan political policy itu, Pemerintah memiliki rasa percaya diri ditengah kepanikan rakyat, agar dengan kondusif dapat menghadapi krisis ekonomi seiring dengan meluasnya pendemi corona dengan baik, sehingga kita bisa mampu melewati krisis ekonomi dengan sukses. Oleh karena itu rasa percaya diri itu penting, sebagai suatu optimisme mencapai keberhasilan. Tentang hal ini, Arthur Ashe (1943-1993), seorang pemain tenis profesional berkewarganegraan Amerika Serikat mengungkapkan bahwa, “salah satu kunci penting untuk sukses adalah rasa percaya diri.” Semoga kita akan mampu melewati krisis ekonomi. (binis.com, katadata.co.id, 2020). (*)
Discussion about this post