Dr. M.J. Latuconsina,S.IP,MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensi Maluku.id, –Kata Doi Moi tentu terasa asing di indra dengar kita, dimana kita hanya sebatas menerka-nerka saja bahwa, kata ini merupakan bahasa Mandarin, karena kedengaran kata itu seperti layaknya bahasa Mandarin. Namun ternyata Doi Moi bukanlah berasal dari bahasa Mandarin, melainkan berasal dari bahasa Vietnam. Doi Moi memiliki makna, renovasi atau pembaharuan, merupakan sebuah nama yang diberikan, untuk reformasi bidang ekonomi yang dilaksanakan di Republik Sosialis Vietnam, salah satu negara berideiologi komunisme, yang berada bagian timur di Semenanjung Indochina di kawasan Asia Tenggara.
Keberadaan Doi Moi sebenarnya tidak terlepas dari pergerakan regenerasi dalam tubuh elite politik Vietnam, yang terhimpun dalam Partai Komunis Vietnam (PKV). Sebelum Doi Moi digulirkan, Vietnam menghadapi krisis ekonom, yang ditandai dengan inflasi melambung tinggi menjadi lebih dari 700 persen, pertumbuhan ekonomi melambat, dan pendapatan ekspor mencapai kurang dari total nilai impor. Hal ini menyebabkan perdebatan sengit tentang kesalahan masa lalu di bawah sistem perencanaan pusat dan, kebutuhan untuk memperkenalkan perubahan besar menjelang pelaksanaan Kongres Nasional PKV ke-6.(https://id.wikipedia.org, 2022).
Kondisi ini diikuti pula dengan salah satu perkembangan penting, yang memicu perubahan adalah kematian Sekretaris PKV, Le Duan, pad bulan Juli 1986. Pemimpin PKV, yang menjabat dalam waktu yang lama termasuk Le Duan, Trường Chinh dan Pham Van Dong. Ketiga politikus PKV ini sering dikaitkan dengan bagian dari krisis sosialisme negara Vietnam. Akibatnya, pada Kongres PKV keenam pada bulan Desember 1986 memilih Nguyễn Van Linh, yang lebih liberal sebagai Sekretaris PKV. Ditangan Van Linh kemudian mensopport bergulinya Doi Moi, yang dimulai 1986. Atas perannya itu, sehingga kerap ia dijuluki Gorbachev-nya Vietnam dengan Perestroikanya.
Berkat Doi Moi, mengantarkan Vietnam sukses ke tangga perdagangan global. Mitra dagangnya meliputi 170 negara. Vietnam dengan “Doi Moi” telah mengubah haluan dari ekonomi-sosialis terpusat menjadi sosialis berorientasi pasar terbuka. Investor asing diberinya penghapusan pajak pada periode tertentu, dan hak guna bangunan 75 tahun. Revolusi di era damai ditempuh Vietnam, dengan bergabung ke Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), menjadi anggota Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di tahun 1998, merealisasikan persetujuan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan menjadi anggota Word Trade Organization (WTO) di tahun 2006. (https://kompas.com, 2008).
Begitu pula secara rill, Produk Domestik Bruto (PDB) Vietnam pada kuartal III-2019 (Juli-September) tumbuh 7,3 persen. Capaian itu membuat pertumbuhan ekonomi Vietnam dalam sembilan pertama hampir menyentuh 7 persen, tertinggi dalam sembilan tahun terakhir. di tengah kondisi perlambatan ekonomi global, ekonomi Vietnam secara kumulatif tumbuh 6,98 persen. PDB Vietnam sebagian besar ditopang oleh sektor industri, konstruksi dan jasa. Subsektor industri dan konstruksi tumbuh 9,36 persen sementara subsektor jasa tumbuh 6,85 persen. Kedua subsektor ini menyumbang 42,6 persen terhadap total PDB.
Manufaktur masih menjadi tulang punggung perekonomian Vietnam dengan pertumbuhan 11,3 persen. Namun, sektor kehutanan dan perikanan hanya tumbuh 2,02 persen, melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Vietnam mencatat munculnya perusahaan baru sepanjang sembilan pertama hingga 102.300 unit dengan modal rata-rata Rp7 miliar per perusahaan. Investasi menjadi sumber utama ekonomi Vietnam dengan tingkat pertumbuhan 10,3 persen. Sepanjang Januari-September 2019, investasi swasta mencapai 26,93 miliar dolar AS, tumbuh 16,9 persen. Investasi asing (foreign direct investment/FDI) tercatat 14,1 miliar dolar AS, tumbuh 8,4 persen.
Sementara investasi Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tumbuh 3 persen menjadi 18,3 miliar dolar AS. Dalam beberapa tahun terakhir, Vietnam terus mengurangi investasi dari Anngaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) de
ngan mengandalkan investasi swasta, terutama asing. (https://www.inews.id, 2019). Menurut Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Tauhid (2019) bahwa, struktur ekonomi Vietnam menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara komunis tersebut. Dimana, kemajuan Vetnam, karena Vietnam memiliki struktur ekonomi yang menitikberatkan pada kegiatan ekspor-impor. Sehingga, mereka cepat dapat gain dari aktivitas perdagangan.
Ada peluang dari negara-negara perang dagang, mereka cepat buka peluang dagang. Struktur ekonomi Vietnam paling besar berada di sektor ekspor impor di angka 98,6 persen, konsumsi domestik 68,5 persen, dan investasi modal tetap mencapai 24,8 persen. Begitu pula Tauhid mengatakan bahwa, faktor ideologi komunisme yang dianut Vietnam tidak terlalu berdampak pada perkembangan ekonomi Vietnam. Dimana, metode ekonomi yang diterapkan Vietnam membuat pemerintahnya leluasa mengintervensi ekonomi.Dengan ideologi komunis, maka pemerintah Vietnam dapat campur tangan dalam perekonomian.
Dibalik kemajuan Vietnam itu, dahulunya di tahun 1957 sampai dengan tahun 1975 negara ini bergejolak dengan adanya perang Vietnam, dimana negara ini pecah menjadi Republik Vietnam (Vietnam Selatan) dan Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara), yang menghadirkan Amerika didalam perang itu bersama negara-negara sekutunya membantu Vietnam Selatan, dan Tiongkok bersama negara-negara komunisme yang membantu Vietnam Utara, dengan korban mencapai 1.280.000 jiwa dikedua belah pihak. Hingga kedua Vietnam pun mengalami reunifikasi seiring berakhirnya Perang Vietnam di tahun 1976. (https://id.wikipedia.org, 2020). Kini kesengsaraan akibat perang itu berbuah manis, dimana Vietnam menjadi sebuah negara yang impresif pertumbuhan ekonominya di kawasan ASEAN. (*)
Discussion about this post