Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, SIP, MA
Pemerhati Sosial,Politik&Ekonomi
Referensi Maluku.id, –“Hari ini, sebagai kepala para penjaga lautan dari negeri fajar, aku menatap dengan kagum pada matahari terbit!”
***
Quotes tersebut adalah ungkapan kontemplatif dari Laksamana Isoroku Yamamoto, seorang perwira tinggi tentara Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Dalam karier militernya, ia pernah terjun langsung di palagan perang Jepang-Rusia dalam kurun waktu 1904-1905, hasilnya negara matahari terbit itu mampu membuat negara beruang merah itu bertekuk lutut alias kalah perang.
Kemenangan Jepang itu berdampak terhadap kepercayaan bangsa-bangsa Asia terhadap bangsa kulit putih Eropa, yang selama ini menjajah mereka. Laksamana Yamamoto juga adalah seorang perwira tingga tentara Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, yang pertama kali menggagas rencana serangan besar-besaran armada Angkatan Laut Jepang ke Pearl Harbaour, suatu pangkalan laut strategis di Pasifik milik Amerika Serikat, yang dilaksanakan pada tahun 1941 lampau. Suatu titik balik, yang pada akhirnya membangunkan “singa tidur” Amerika Serikat dari tidur panjangnya, untuk tampil di front Perang Dunia ke-2 di belahan Asia Pasific dan Eropa.
Meskipun Laksamana Yamamoto adalah seorang perwira tinggi yang berhaluan fasis, tapi ia secara umum dianggap sebagai pakar strategi perang laut Jepang teragung, dan di antara pakar strategi angkatan laut terbaik dalam sejarah. (Angkasa, 2004, Wikipedia, 2021). Dalam konteks ini ada sisi leadership yang menonjol dari Laksamana Yamamoto, dimana dengan kemampuan leadershipnya ia mampu mengorgansir angkatan perang kekaisaran Jepang, untuk kemudian maju di front Perang Pasific di tahun 1941 lampau guna menggerogoti jantung pertahanan Negeri Paman Sam itu.
***
Buku dengan judul : “World Class Navy : Kepemimpinan Kolaboratif di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut” ditulis oleh Sulistianto dan Rachma Fitrianti, yang diterbitkan PT. Gramedia Pustaka Utama di tahun 2019 lalu. Karya ini mendeskripsikan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal), dimana selama ini dikenal sebagai salah satu institusi pendidikan yang menjadi tempat penggemblengan bagi para perwira, agar memiliki kompetensi yang mumpuni dan karier militer yang gemilang. Hal ini merupakan sisi positifnya.
Namun tak selamanya dianggap positif. Hal ini dikarenakan Seskoal masih belum bisa lepas dari stigma negatif, khususnya bagi perwira menengah yang menggangap tugas di Seskoal sama artinya dengan diasingkan ke tempat pembuangan. Terkait kondisi tersebut, ditemukan bahwa optimalisasi human capital melalui tata kelola kolaboratif (collaborative governance) dapat dijadikan salah satu solusi untuk menghapus citra buruk tersebut.
Bahkan, bila diterapkan secara disiplin dan kontinyu, Seskoal diyakini akan menjadi sebuah institusi pendidikan dan pembinaan, yang mempu melahirkan para perwira yang memiliki output dalam pengembangan dan kemajuan armada Angkatan Laut Indonesia berkelas dunia. (Gramedia, 2020). Buku ini menarik untuk dibaca para khalayak, yang menyukai sisi narasi yang mendalam, yang mendeskripsikan secara spesifik hal ihwal tentang kemampuan leadership bagi para perwira angkatan laut. (*)
Discussion about this post