Oleh : Nelson Matinahoruw
Reporter RRI Ambon
Referensimaluku.id, – Konflik dua kampung bertetangga di Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah pecah Rabu (26/1/2022) dinihari.
Bentrokan antara Negeri Kariu dan Dusun Ori, Desa Palauw ini memiliki dampak yang sangat luar biasa. Selain ratusan rumah terbakar dan tiga korban tewas serta luka, ikatan pela gandong yang selama ini merekatkan masyarakat Maluku mendapat ujian.
Betapa tidak, dua kampung ini mewakili dua komunitas. Maluku pernah mengalami pahitnya konflik antar saudara bernuansa Sara 1999 silam.
Konflik ini memporakporandakan dan mencabik-cabik hubungan pela gandong serta menghancurkan Maluku.
Terlalu mahal harga yang harus dibayar dalam konflik tersebut, baik jiwa maupun harta benda.
Tertatih-tatih merangkak bangun dari keterpurukan, dengan tekad kuat masyarakat Maluku akhirnya berhasil membangun kembali hubungan yang pernah renggang.
Maluku bahkan kemudian menjadi contoh laboratorium perdamaian dunia, karena keberhasilannya. Tidak sedikit wakil rakyat dari daerah lain yang datang untuk belajar tentang toleransi antar umat beragama dari bumi para raja.
Dari reaksi atas insiden bentrokan yang kembali pecah di Pulau Haruku, membuktikan ikatan pela gandong tidak serapuh yang dikhawatirkan. Ikatan ini bahkan semakin kuat menyatukan masyarakat.
Meskipun persoalan bentrok di picu sengketa tanah, namun tersingkirnya warga Kariu dari negerinya diiringi rentetan tembakan dan terbakarnya rumah-rumah, mengingatkan mereka kembali pada peristiwa kelam 21 tahun lalu. Mereka harus kembali tinggalkan rumah melintasi hutan untuk menyelamatkan diri.
Orang tua lanjut usia hingga anak-anak harus kembali menempuh perjalanan selama 14 jam melewati hutan yang curam dan terjal dibawah guyuran hujan lebat, untuk mencapai kampung Aboru yang merupakan gandong mereka.
Dari tempat persembunyian, untuk kedua kalinya mereka juga harus menyaksikan rumah yang dibangun dengan peluh dan air mata dibakar di depan mata tanpa dapat berbuat apa-apa.
Jeritan tolong yang disampaikan kepada petinggi keamanan agar menyelamatkan rumah mereka juga sia-sia.
Kepedihan ini yang dirasakan basudara Kariu. Wajar kemudian ketika curahan hati yang bernada kecewa mereka lontarkan kepada para petinggi di negeri ini.
Kekesalan dilampiaskan atas lambannya aparat keamanan melindungi mereka, hingga adanya dugaan konflik ini sudah diatur.
Polda Maluku mencatat, konflik sehari dua Desa bertetangga itu mengakibatkan 211 unit rumah rusak. 183 diantaranya rusak berat, 28 lainnya rusak ringan. Bangunan Sekolah Dasar (SD) Negeri Kariu, 19 unit kendaraan bermotor, 3 motor dinas polri, 1 motor dinas TNI dan mobil warga 9 unit.
Ada banyak catatan yang bisa diambil dari peristiwa tersebut. Aparat keamanan dinilai lamban dalam menanggapi persoalan, dan tidak peka dengan apa yang terjadi.
Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Leasse, Kombes Pol Raja Arthur Simamora yang dikonfirmasi RRI Selasa (25/1/2022) malam, sudah mengakui adanya ketegangan di antara kedua negeri.
Namun, kata dia, sudah terkendali. Aparat kepolisian dan TNI sudah disiagakan untuk melakukan penyekatan agar kedua kelompok warga tidak bertemu.
“Iya benar, bukan bentrok hanya kosentrasi massa saja. Semua sudah terkendali. Kami sudah koordinasi dengan Koramil dan Danramil setempat dibantu Polsek untuk berada di TKP,”ungkapnya.
Nyatanya, pagi dini hari kekacauan hebat terjadi, hingga satu anggota polisi Faisal Helut pun, ikut tertembak.
Jaminan keamanan itu datang setelah ratusan rumah sudah terbakar. Mereka kini hanya mengamankan Negeri Kariu yang sudah dalam keadaan kosong karena ditinggalkan warganya.
Dihadapan Pangdam XVI/Pattimura, Mayjend Ricard Tampubolon, Kapolda Maluku, Irjen Pol. Lohtatia Latif dan Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno di Negeri Aboru, warga Kariu mengatakan tidak merasakan kehadiran negara saat mereka membutuhkan perlindungan.
Ditengah kekecewaan dan kesedihannya, warga Kariuw tidak sendiri. Solidaritas dan kepedulian terus berdatangan.
Bantuan dari berbagai negeri, organisasi gereja hingga pemerintah terus mengalir. Momen manis dan haru juga terlihat dalam kunjungan gandong Hualoy yang merupakan mayoritas Muslim ke Aboru untuk bertemu dengan saudaranya Kariu. Saling berpelukan untuk berbagi kesedihan, sedikitnya mengurangi beban mereka.
Terlepas dari itu, seruan damai muncul dari berbagai kalangan. Tagar Damai itu Indah bertaburan di media sosial, Facebook hingga grup-grup watshapp.
Saling menghimbau dan mengingatkan secara spontan dilakukan. Peran aktif pemimpin dan tokoh agama, serta komitmen dari para raja-raja sangat terlihat dalam menyejukkan umat dan warganya. Tidak terlepas juga peran dari berbagai organisasi pemuda dan elemen masyarakat, serta pemerintah daerah.
Terlepas dari kekecewaan terhadap kinerja aparat keamanan, masyarakat Maluku sudah semakin dewasa dalam menghadapi ujian.
Maaf, Kali ini apresiasi dan penghargaan tinggi di berikan kepada seluruh masyarakat Maluku, minus aparat keamanan.
Semoga ikatan pela gandong ini semakin kuat mempersatukan Maluku dalam menghadapi terpaan badai serta angin kencang, maupun skenario apapun.
Hidup orang basudara, pela gandong itu menjadi satu tanda, orang Maluku cinta damai. Pepatah orang tua Maluku ale rasa beta rasa, potong dikuku rasa didaging menjadi simbol yang terawat hingga saat ini. (*)
Discussion about this post