Referensimaluku.Id.Ambon-Konflikkepentingan dan tendensi politik elite menjelang perebutan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hena Hetu kian meruncing. Indikasi perpecahan mulai terlihat menyusul pengiringan opini melaksanakan Musyawarah Luar Biasa (Muslub) DPP Hena Hetu oleh beberapa tokoh yang mengatasnamakan diri Majelis Latupati (MLP). Padahal Musyawarah Besar (Mubes) IV 2021 yang akan dilaksanakan pada Desember 2021 sudah dipersiapkan matang sejak awal. Untuk menyelamatkan Hena Hetu dari perpecahan internal akibat wacana adanya Mubes dan Muslub tandingan, Pemuda Jazirah Bersatu (PJB) meminta Gubernur Maluku Irjen. Pol. (Purn.) Drs. Murad Ismail (MI) tidak dibawa ke dalam konflik kepentingan ini. Sebab MI sendiri merupakan bagian utuh dan integral dari Hena Hetu. Maklum, MI adalah Pembina sekaligus Pelindung Hena Hetu. Atas kedudukan penting tersebut, MI diminta pengurus PJB dapat mendamaikan kedua kubu berkonflik kepentingan tersebut sebelum musyawarah dilakukan bersama.
“Menyangkut kemelut soal indikasi perpecahan karena di Hena Hetu ada Mubes dan Muslub, kami menegaskan dan tidak ingin ada pengkotak-kotakkan di Jazirah Leihitu. Kami juga ingin agar kedua kubu ini dapat membangun kebersamaan dalam semangat persaudaraan dan kekerabatan sesuai filosofi Hena Hetu. Kami mau kedua kubu ini meningalkan segala bentuk ego untuk duduk bersama dalam rangka mempersatukan Hena Hetu, sehingga roh perjuangan itu bisa sama-sama kita laksanakan,” tegas salah satu Tokoh PJB Abdul Razak Abubakar kepada Referensimaluku.Id di Ambon, Kamis (2/12/2021).
Abubakar menyatakan PJB
juga meminta seluruh tokoh jazirah Leihitu dan siapapun yang berkepentingan di Hena Hetu dapat menurunkan sikap individualistis dan ego serta dapat duduk bersama mempersatukan semua pihak. “Jangan mengkotak-kotakan dan jangan mengiring opini Pak Gubernur terlibat dalam persoalan Hena Hetu ini. Jadi tema besar kita selaku pemuda adalah selamatkan Jazirah Leihitu dan selamatkan Gubernur Maluku, agar Pak Gubernur tidak dimasukan dalam konflik kepentingan beberapa kelompok dalam Jazirah Leihitu ini. Kita ingin Pak Gubernur sebagai tokoh Jazirah berdiri sebagai orangtua, berdiri netral, karena bagaimanapun pak Gubernur adalah orangtua kita bersama. Prinsipnya tidak boleh ada konflik politik di Jazirah Leihitu. Untuk itu kami mengimbau seluruh masyarakat Jazirah Leihitu tetap tenang agar tidak terpicu beberapa isu-isu murahan di media,” tambahnya.
“Para pemuda sendiri menilai Hena Hetu bukan hanya milik Edwin Huwae, bukan milik Pak Gubernur, juga bukan milik Majelis Latupati, tetapi Hena Hetu adalah milik masyarakat Jazirah Leihitu secara bersama, dalam artian milik masyarakat adat, dan Hena Hetu adalah milik anak cucu dan generasi ke depan. Hena Hetu akan selalu hidup. Untuk itu, Hena Hetu harus berjalan di rel agar sesuai roh perjuangannya. Apapun yang nantinya menjadi konsensus bersama, namun yang menjadi landasannya adalah konstitusi sebagai role model dan pegangan dalam organisasi, yang tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART)”.
“Konflik ini bisa buat Jazirah Leihitu terbelah. Jadi kita ingin kedua belah pihak ini harus disatukan oleh Pak Gubernur, dan mau tanggal berapapun Musyawarah ini harus dilaksanakan secara bersama. Kita tidak ingin musyawarah ini terpecah. Jadi harus satu tanggal dan satu proses musyawarah. Harus ada proses rekonsiliasi. Kita tidak memihak kepada siapapun, kita tidak memihak kepada Mubes, kita juga tidak memihak kepada Muslub.Yang kita berpihak adalah bagaimana proses ini dapat berjalan bersama dan semua bentuk kepentingan dapat duduk bersama, dan yang bisa mendudukan persoalan ini hanya Murad Ismail selaku tokoh Jazirah Leihitu yang dihormati dan dituakan,” terang Tokoh PJB lainnya Firman Suneth.
“Kita harapkan kondisi persatuan dapat terus dipelihara untuk kepentingan masyarakat Jazirah Leihitu ke depan yang jauh lebih besar. Untuk itu para raja-raja, sesepuh dan orangtua yang ada di Jazirah Leihitu tidak boleh digiring untuk kepentingan politik oknum-oknum tertentu, sebab ini adalah lembaga adat yang harus dihormati, dan sebagai putra Jazirah Leihitu, maka Pak Gubernur punya tanggung jawab moral menjadi penyejuk untuk menyelesaikan masalah ini”.
“Kita juga akan melaksanakn aksi di besok hari, Jumat (3/12/202) di Kediaman Pak Gubernur di Wailela dan Kantor Gubernur Maluku. Kita akan kerahkan semua elemen pemuda Jazirah Leihitu, sebab seruan aksi interupsi pemuda Jazirah Leihitu ini merupakan aksi damai dalam rangka menyelamatkan Jazirah Leihitu dan Pak Gubernur. Kita akan melakukan aksi sampai segala bentuk kepentingan dapat didudukan, dan kita akan bicara langsung kepada Pak Murad untuk bisa mendudukan persoalan ini secara kekeluargaan dan kebersamaan”.
“Musyawarah Besar kali ini juga untuk memilih sosok pemimpin baru yang akan menggantikan Edwin Adrian Huwae sekaligus melakukan penyegaran organisasi dan regenerasi demi memilih figur baru yang jauh lebih visioner dan energik untuk menahkodai Hena Hetu serta melihat kepentingan dan memberdayakan masyarakat Jazirah Leihitu ke depan. Hena Hetu sendiri sepanjang didirikan dan berdiri untuk memperjuangkan kepentingan Jazirah Leihitu juga sudah pernah dipimpin sejumlah tokoh dan putra terbaiknya, yakni Ismail Titapeke (Kecamatan Leihitu), Mansur Tuharea (Kecamatan Salahutu) dan Edwin Huwae (Kecamtan Leihitu Barat), sehingga dengan mengusung tema “Mengembalikan Ruh Perjuangan Perkumpulan Anak Jazirah Leihitu”, maka sangat diharapkan Mubes IV menjadi ajang pertarungan ide dan gagasan segar yang bersifat solutif dan konstruktif untuk menjaring sekaligus menyaring putra-putra terbaik Jazirah Leihitu untuk menahkodai Hena Hetu ke depan”.(RM-05)
Discussion about this post