Referensi Maluku.Id.Ambon-Kasus video porno artis Ariel Noach dan Cut Tari dan Luna Maya telah menjadi Yurisprudensi dalam perkara pornografi di Tanah Air. Di kasus itu Ariel divonis penjara 3 tahun dan enam bulan karena bersalah melanggar Pasal 29 juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Sekalipun di kasus itu Ariel, Cut Tari dan Luna Maya hanya korban penyebaran video mesum mereka, tetapi hakim tetap memvonis Ariel Noach bersalah.
Dalam kasus video porno berjuluk ‘es batu dalam botol air mineral”di Ambon, tidak ada alasan pembenar dan alasan pemaaf bagi penyidik Cyber Crime Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Kepolisian Daerah Maluku untuk menghentikan penyidikan kasus ini hanya karena kedua pemeran adega panas di video porno itu masing-masing JP (25 tahun) dan VWS (20 tahun ingin dinikahkan orangtua mereka.
“Menurut hemat saya, kasus ini kan kasus pelanggaran Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Pornografi, sehingga jelasnya kasus video porno itu harus dproses sesuai Undang-Undang yang berlaku tersebut,” ujar praktisi hukum Marnex Salmon kepada Referensimaluku.Id di Ambon, Kamis (18/11/2021).
Menurut Salmon sekalipun kedua pelaku ingin dinikahkan kedua orang tua mereka tapi tidak serta merta menghapus perbuatan pidana JP dan VWS.
“Kalau terkait dengan informasi kedua pemeran video panas itu akan dinikahkan, tentu tidak serta merta menghapus perbuatan pidana mereka. Mereka tetap harus diproses demi hukum termasuk orang-orang yang menyebarkan video porno JP dan VWS, karena tanpa menyebarkan kasus tersebut tidak akan viral,” ungkapnya.
Salmon menjelaskan penyidik keliru menggunakan konsep “Restoratif Justice” (RJ) dalam membedah kasus ini lantas membebaskan JP dan VWS.
“Terkait restorative justice, maka kita harus pahami bahwa sesuai telegram Kapolri dinyatakan terhadap kasus-kasus yang bisa diselesaikan secara RJ hanya sebatas kasus-kasus yang meliputi Tindak Pidana Anak dan Delik Aduan. Jadi jika kita kaitkan dengan kasus video porno ini, maka jelas-jelas kasus ini tidak bisa diselesaikan lewat restorative justice karena mereka orang dewasa,” tegasnya. Salmon menekankan penyidik harus melihat kepentingan hukum dan masyarakat ketimbang kepentingan pribadi dan institusi karena moralitas umum ternodai aksi video porno viral ini.
“Bagi saya seharusnya kepentingan hukum lebih diutamakan ketimbang kepentingan pribadi atau institusi.
Menurut Profesor Hammel dan Profesor Simon, bahwa hukum pidana itu hukum yg bermoral, tetapi kalau dijalankan oleh orang-orang yang tidak bermoral, maka hancurlah hukum itu sendiri. Nah, kalau kita lihat UU Pornografi, korban itu masyarakat atau Negara karena perbuatan Kesusialaan, sedangkan JP dan VWS adalah pelakunya.
Jadi tidak ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang menghapus kan perbuatan pidana mereka,” ulasnya. Salmon berharap penyidik tidak mengalihkan penanganan perkara ke pelaku penyebar video porno tanpa lebih dulu menindak tegas atau memproses kedua pemeran video porno yang dibuat di Hotel Story Ambon dengan aplikasi honey live.
“Seharusnya pemeran video porno divonis bersalah dulu baru proses penyebar videonya. Kalau kasus ini ditutupi akan menjadi preseden buruk di kemudian hari. Prinsipnya saya menolak kasus ini ditutupi, karena kasus Ariel Noach sudah jadi Yurisprudensi ya,” pungkas advokat muda yang vokal ini. (RM-07)
Discussion about this post