Referensimaluku.Id.Ambon-Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menegaskan tak ada pelanggaran kode etik dalam program “Mata Najwa” yang hendak PSSI gugat.
Program Mata Najwa menyiarkan tayaangan dengan tema “PSSI Bisa Apa jilid 6: Lagi-lagi Begini” pada Rabu (3/11/2021).
Acara yang dipandu jurnalis Najwa Shihab itu mengundang beberapa narasumber, satu di antaranya adalah seorang wasit Liga 1 yang disebut “Mr.Y”.
Sosok wasit tersebut tak diperlihatkan dalam program Mata Najwa.
Adapun Mr. Y yang baru bertugas musim ini mengaku terlibat dalam pengaturan skor dua pertandingan di Liga 1 2021-2022.
PSSI berkomunikasi kemudian dengan Mata Najwa untuk mengetahui identitas sosok wasit itu.
Namun, Mata Najwa menolak memberitahukan identitas Mr. Y sehingga PSSI melalui Ketua Komite Wasit Ahmad Riyadh berencana menempuh jalur hukum.
Dalam hal ini, Mata Najwa yang merupakan institusi pers yang diakui oleh Dewan Pers menerapkan “hak tolak”.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, hak tolak adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkap nama dan atau identitas lain dari sumber berita yang harus dirahasiakan.
Ini membuat setiap institusi pers memiliki kewenangan penuh untuk menutup identitas narasumbernya
Namun, pada Ayat 4 Pasal 4 Undang-Undang Pers tersebut juga menyatakan bahwa “Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan”.
Artinya, hak tolak bisa tidak berlaku jika ada perintah pengadilan. Hal tersebutlah yang coba diupayakan oleh PSSI.
Pada Senin (8/11/2021), Dewan Kehormatan PWI Pusat menggelar rapat setelah mengamati polemik di program Mata Najwa tersebut.
Mengutip dari Antara, Dewan Kehormatan PWI Pusat menyampaikan beberapa hal dalam rapat tersebut.
Pertama, Dewan Kehormatan PWI Pusat menilai tidak ada pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dalam program “PSSI Bisa Apa jiid 6: Lagi-lagi Begini”.
Kedua, penolakan Najwa Shihab sebagai pemandu acara untuk membuka identitas sumber berita sebagaimana permintaan dari PSSI menunjukkan sikap profesional.
Penolakan Najwa Shihab tersebut menunjukkan kepatuhan terhadap etika profesi, sesuai dengan amanat Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi bahwa wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Menurut Dewan Kehormatan PWI Pusat, penolakan itu juga menunjukkan bahwa Najwa Shihab melaksanakan perintah UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, khususnya Pasal 4 ayat 4, yang mengatakan bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.
Ketiga, Dewan Kehormatan PWI Pusat mempersilakan pihak PSSI yang keberatan terhadap program Mata Najwa untuk menggunakan hak jawab dan/atau melalui saluran hukum sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat, Dewan Kehormatan PWI Pusat kembali menyerukan kepada seluruh wartawan untuk menaati Kode Etik Jurnalistik yang merupakan konsep operasional moral wartawan dan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas jurnalistik. (RM-01)
Discussion about this post