Oeh: Ismail RumauwWacana
Referensimaluku.id , – M-LIN telah lama membahana dalam konteks pemerintahan Maluku, namun wujud konsep tersebut masih sebatas retorika. Atas dasar pemikiran ini menjadi alasan dan dasar mengapa M-LIN perlu ditolak.
Pertama, merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Kepmen KP RI) Nomor: 50 Tahun 2017 terkait Nilai Investasi Perikanan Negara terkhususnya di tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dengan total potensi Sumber Daya ikan di tiga WPPNRI tersebut, antara lain 714 Laut Banda,715 Laut Seram, 718 Laut Aru dan Laut Arafura mencapai 4.669.030 ton per tahun.
Adapun potensi ekonomi di tiga WPPNRI tersebut berdasarkan asumsi perhitungan Harga Patokan Ikan (HPI) terhadap Harga Patokan Ekspor (HPE) ditaksir mencapai Rp. 350 triliun rupiah per tahun dan mampu menyerap angkatan kerja sebanyak 1.380.000 orang per tahun.
Adapun sumbangsih lain, yaitu sumbangsih Maluku terhadap Pungutan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA KKP pada Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) ditaksir mencapai puluhan triliun rupiah dan juga ekonomi kemaritiman yang memiliki angka ekonomi yang luar biasa fantastis di tiga tahun terakhir, yaitu 2019 hingga 2021 mencapai puluhan triliun rupiah.
Yang mirisnya dampak nyata dari sumbangsih sektor kelautan dan perikanan Maluku tersebut, tidak dirasakan oleh pemerintah 11 kabupaten/kota Provinsi Maluku dan masyarakat Maluku secara kolektif.Kepmen KP RI Nomor: 50 Tahun 2017 yaitu dokumen Negara yang telah kedaluarsa tiga tahun terakhir 2019 hingga 2021 sebagai legal yang berpotensi terhadap dugaan terjadinya praktik mafia perikanan di kalangan Pemerintah Pusat dan korporasi terkait “deal-dealan” kuota explotasi hasil perikanan dari dampak status tingkat pemanfaatan yang tidak di update oleh Negara dalam hal ini KKP-RI setiap tahunnya.
Dan mirisnya Grand Design M-LIN berpatokan terhadap kondisi perikanan terkini dengan berpedoman terhadap dokumen kedaluarsa tersebut (Kepmen KP RI Nomor: 50 Tahun 2017).
Rujukan pemanfaatan M-LIN berdampak pada kepentingan Pempus terhadap kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan, korporasi dengan kewenangan pemanfaatan dari dampak ketidaksiapan Pemerintah Provinsi Maluku dan pemerintah daerah 11 kabupaten/kota di Maluku terhadap upaya investasi pengelolaan dan pemanfaatan M-LIN.
Dari rujukan tersebut di atas, tentunya akan merugikan Provinsi Maluku terhadap kewenangan pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan di bawah 12 mil dan di atas 12 mil hingga 200 mil dan pemerintah 11 kabupaten/kota di Maluku terhadap ketidakwenangan pengelolaan dan pemanfaatan M-LIN terkait kewenangan pengelolaan ruang laut di bawah 12 mil dan di atasnya 12 mil hingga 200 mil (Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2014).
Artinya, rujukan manfaat M-LIN hanya akan dirasakan oleh para elite pemerintah (Pempus dan Pemprov Maluku) dan korporasi tentu sangat merugikan daerah dan pemerintah 11 kabupaten/kota di Maluku dan masyarakat Maluku secara kolektif jika dikaitkan sistem pengelolaan perikanan berbasis WPP dan pemanfaatan sentra industri perikanan berbasis swasta murni.
Di sisi lain, sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang buruk telah ditunjukan oleh KKP-RI terhadap kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut di atas 12 mil hingga 200 mil dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku (DKP Provinsi Maluku) di bawah 12 mil yang berdampak pada pemusnahan ekosistem laut sehingga hal itu bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor: 45 Tahun 2009 pada Pasal 2 tentang perikanan yang berasaskan ; manfaat, keadilan, kebersamaan, kemitraan, kemandirian, pemerataan, keterbukaan, kelestarian dan pembangunan yang berkelanjutan.
Amanat Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor: 45 Tahun 2009 di atas terutama pada asas manfaat terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan di tiga WPPNRI 714,714 dan 718, sangatlah tidak dirasakan oleh kami masyarakat Maluku dan pemerintah 11 kabupaten/kota provinsi Maluku dan tentunya akan berdampak pada pemusnahan SDI, kemiskinan pada generasi kini dan anak cucu kami yang akan datang terutama masyarakat nelayan yang berbasis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan masyarakat Maluku secara kolektif.
Rujukan pemusnahan terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan berdasarkan status exploited tiga tahun terakhir yang terlampir dalam KEPMEN-KP 50 tahun 2017 di tiga WPPNRI 714, 715 dan 718 dengan tingkat pemusnahan jenis komoditi di WPPNRI 714 antara lain:
Lobster dengan tingkat pemanfaatan telah melampaui Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 20% dengan tingkat pemusnahan yang telah melampaui Nilai potensi Lestari (MSY) yaitu sebesar 53% dan komoditi lainnya seperti kepiting dengan tingkat pemanfaatan telah melampaui JTB sebesar 20 % dengan tingkat pemusnahan yang telah melampaui nilai potensi Lestari (MSY) sebesar 35%
WPPNRI 715 Laut Seram dengan tingkat pemusnahan jenis komoditi: lobster dengan tingkat pemanfaatan telah melampaui JTB sebesar 20% dengan tingkat pemusnahan telah melampaui nilai potensi Lestari (MSY) sebesar 12% dan komoditi jenis cumi-cumi dengan tingkat pemanfaatan telah melampaui JTB sebesar 20% dengan tingkat pemusnahan telah melampaui nilai potensi Lestari (MSY) sebesar 66% dan
WPPNRI 718 dengan tingkat pemusnahan jenis komoditi: cumi-cumi dengan tingkat pemanfaatan telah melampaui JTB sebesar 20% dan tingkat pemusnahan telah melampaui nilai potensi Lestari sebesar 8% .
Artinya sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan telah menuju pada ketidak berlanjutan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber Daya kelautan dan perikanan terkususnya di WPPNRI 714, 715 dan 718 terhadap dampak eksploitasi di tiga tahun terakhir 2018 hingga 2021 dan tentunya berdampak buruk pada generasi kini dan anak cucu akan datang. (*)
Discussion about this post