Referensimaluku. Id. Ambon-Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon Arman Kalean, Master Pendidikan mengapresiasi keberadaan dan aktivitas Rumah Inspirasi dan Literasi (RIL) selama ini.
“Jadi saya mengapresiasi sekali RIL dalam kegiatan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat Maluku,” kata Kalean saat diwawancarai referensimaluku.id di Ambon, Jumat (1/10). Kalean berharap kegiatan-kegiatan yang digagas dan dilaksanakan RIL dapat menyebar sampai ke seluruh wilayah Maluku.
“Semoga kegiatan seperti ini tidak hanya sebatas event kondisional saja, tapi bisa diteruskann ke-11 Kabupaten / Kota lainnya, dan ini penting sekali karena Kawasan Timur Indonesia terutama Maluku kita masih terjebak dengan isu-isu separatis, konflik sosial dan isu-isu lainnya,” imbaunya.
Sebagai wilayah bekas konflik, sebut Kalean, relatif dibutuhkan peran milenial untuk mencerahkan pemahaman masyarakat Maluku agar tetap menjaga solidaritas sosial dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
“Kita memang daerah bekas konflik, sehingga pencerahan-pencerahan publik seperti ini lewat motor penggerak dari kalangan milenial” memang dibutuhkan.
Semoga kegiatan ini juga jadi penanda dan memotivasi pentingnya sinergitas secara berkesinambungan dari berbagai elemen terkait terutama teman-teman jurnalis sendiri dan turut mengkampanyekan ini,” imbuhnya.
“Karena aktivis itu besar dari jurnalis. Jadi kalau tidak tanpa jurnalis tidak mungkin kita bisa memenangkan wacana untuk menjaga keutuhan Republik Ini”.
Merawat Nasionalisme di ruang digital
”Di era saat ini kita perlu duduk berbicara membincangkan satu sudut pandang yang sama tentang hakikat Nasionalisme itu sendiri agar jangan sampai 20-an Tahun pasca revormasi, 30-an Tahun pasca orde baru 70-an Tahun Pasca Republik kita mengalami pergeseran makna Nasionalisme itu sendiri berdasarkan latar belakang perjalanan kita masing-masing”.
“Jadi saya pikir dari Sabang sampai Merauke dari lintas generasi apapun dari ruang kerja apapun kita harus ada dalam from nasionalisme yang sama. Paling tidak dalam melihat Indonesia kita dua kata kunci Negara Bangsa kita lihat Pancasila, kemudian yang berikut kita lihat Pancasila sebagai sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kita lihat Pancasila sebagai titik temu yang menjamin keberlangsungan sepanjang daerah cincin api ini”.
“Kalau kita optimistis bisa saja Timor
Leste kembali ke pangkuan kita. Bisa saja negara Palau di ujung Biak sana akan kembali ke kita. Bisa saja Kesultanan Sulu kembali ke pangkuan kita. Bisa saja Serawak kembali ke pangkuan kita, karena mimpi kita adalah Pancasila sebagai rumor ideologi ketiga terbesar di dunia. Barangkali sampai saat ini yang masih ada cuman Pancasila yang lain hanya sebatas jargon saja, kampanye-kampanye masa lalu, ini modal terbesar kita.
Di situ optimisme kita, yaitu dari 220 sekian juta penduduk, kisaran tahun ini atau tahun lalu itu NU mengklaim punya 90 juta penduduk, Muhammadiyah mengklaim katakanlah saya yang klaimlah dari berbagi perkembangan media sekitar 30-an sampai 50 juta jiwa ASN, TNI POLRI digabung jadi satu sekitar 2,5- 3 juta jiwa ASN 7 juta jiwa HMI 500 ribu sekian orang waktu kongres di Pontianak. Saat ini mungkin sudah 1 juta jiwa, ormas-ormas lain yang masih sepakati Pancasila sebagai titik temu kita kisarannya 2 atau 3 juta jiwalah kalau ditotalkan semua.
Maka 240 itulah kita masih dapat 140 juta orang yang masih bersepakat dengan pancasila di tengah distruksi seperti ini di tengah perkembangan laju teknologi informasi seperti ini saya kira kita masih optimisme merawat Pancasila di ruang digital”.
“Tugas terberat kita adalah pasca generasi milenial ada generasi Z dia punya supra castem, Fijital (Fisik dan Digital) dia tidak mampu lagi membedakan ruang privat dan ruang publik. Dia kostumer tinggi sekali,maka itu kita juga punya tanggung jawab bersama, punya akuntabel bersama untuk generasi Z.
Karena jumlah kita itu kurang 2 persen dari generasi Z, kita lebih sedikit dari generasi X ini sementara kalau kita lihat di publik rata-rata pentolan-pentolan separatis itu sudah pada generasi Baby boomer semua. Kalau kita lihat pangsa pasar pengrekrutan calon-calon “radikalisme bukan dalam artian persabahabatan, pemikiran radikalis dalam payung teologi atau dalam payung separatis itu banyak menyasar kalangan muda.
Bahkan TNI Polri sudah terpapar, ASN apalagi makanya sekarang tes-tes banyak itu sudah sampai kepada KPK saja sudah dites sedemikian rupa.
Artinya ini masalah yag serius, kalau KPK sudah disoal seperti itu berarti masalah ini masalah serius. Dibutuhkan kolektifitas, kita gotong royong bersamalah melawan covid-19, tapi juga menangkal hoax sekaligus mengampanyekan persatuan dan juga mengingatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kita nasionalisme itu dibincangkan dalam dua bentang sayap sekaligus, bentang sayap ketiga Persatuan Indonesia, tetapi juga bentang saya kelima juga Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutupnya. (RM-04)
Discussion about this post