Referensimaluku.id ,-Jargon populis, “dari tiada menjadi ada” diperkenalkan pertama kali oleh Ir. H. Abdulah Tuasikal, M.Si, yang merupakan salah satu figur Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) asal Provinsi Maluku. Makna substansi dari filosofi “dari tiada menjadi ada” adalah menyangkut dengan pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat tersebut kemudian hadir Komisi IV DPR RI, yang membidangi pertanian dan Kelautan di Provinsi Maluku. Kehadiran Komisi IV di Provinsi Maluku tersebut melalui salah satu figurnya, yang berasal dari daerah seribu pulau ini yang dikenal publik dengan sapaan AT.
Pemberdayaan masyarakat di Provinsi Maluku di upayakan AT selaku salah seorang figur DPR RI, yang terhimpun dalam Komisi IV, dengan penciptaan sinergitas kemitraan antara Komisi IV dan instansi-instansi Pemerintah di level Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi pertanian dan Kelautan di Provinsi Maluku. Sinergitas kemitraan tersebut kemudian menghadirkan program-program pemberdayaan masyarakat di Provinsi Maluku dalam kedua bidang tersebut.
Pemberdayaan ini merupakan kesempatan bagi warga masyarakat di Provinsi Maluku, dimana atas respons AT dari Komisi IV melalaui mitranya instansi-instansi Pemerintah di level Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi pertanian dan Kelautan merealisasikan program-program pemberdayaan masyarakat dalam dua bidang strategis itu. Salah satu program pemberdayaan tersebut yakni, pengembangan perkebunan Pala (Myristica fragrans) yang dipusatkan di Pulau Seram dan di Pulau Ambon, dimana sampai dengan saat ini sudah distribusikan ratusan bibit tanaman Pala kepada warga masyarakat setempat.
Dipilihnya Pala dalam program pemberdayaan tersebut, karena Pala adalah salah satu tanaman umur panjang, yang tiap tahunnya berbuah tanpa mengenal musim layaknya tanaman kakao, dan cengkeh. Begitu pula harga dipasaran saat ini cukup tinggi, dimana per 1 Kg bunga biji pala kering di tokoh-tokoh on line mencapai Rp335.000. Bahkan daging buah Pala juga bisa dikembangkan dalam home industry, salah satunya dijadikan sirup dan manisan
Sementara kulit serta daunnya menghasilkan minyak atsiri yang lazim digunakan sebagai bahan baku sabun, obat-obatan, dan kosmetik. Ini menandakan Pala menjadi komoditi pertanian bernilai ekonomis tinggi. Jika dikembangan secara profesional dalam industry skala menengah, akan mendatangkan keuntungan yang besar. Harapannya pengembangan perkebunan Pala oleh warga masyarakat akan dapat berdampak positif kepada mereka, dimana tatkala sudah mencapai usia produktif dan panen maka bisa dipasarkan dan memiliki output positif bagi pendapatan mereka, pada akhirnya mencapai jargon “dari tiada menjadi ada” sebagaiman ekspetasi substantif dari AT demi mensejahterakan masyarakat.
Dalam perspektif pemberdayaan masyarakat, yang terkait perkebunan pala tersebut tidak hanya diberikan bibit tanaman pala, untuk kemudian ditanami, namun kemudian AT berkoordinasi dengan mitranya pada instansi-instansi Pemerintah di level Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi pertanian dan Kelautan, untuk melakukan pendampingan dalam bentuk penyuluhan dan support pemberian pupuk serta yang lain-lainnya. Sehingga akan tercipta kouintiunitas sampai dengan tubuh dewasa pohon Pala tersebut, untuk selanjutnya di panen kemudian dipasarkan dan didapatkan keuntungan finanasialnya.(RM,LM).
Discussion about this post