Referensimaluku.Id.Ambon-Aliansi Mahasisawa Adat Welyhata Sabuai (AMAWS) yang mengamodir mahasiswa asal Pulau Seram dan Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya melakukan aksi demo di depan Gong Perdamaian Dunia Ambon, Maluku, Jumat (27/8).

Mereka menuntut pembebasan dua pahlawan adat Sabuai, yakni Kaleb Yamarua dan Stevanus Ahwalam yang kini mendekam di balik jeruji besi karena menentang perusahaan penebangan liar di sana. Mereka juga “mengutuk” CV.SBM sebagai dalang kerusakan hutan di Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten SBT, Maluku.
Dua pahlawan adat Sabuai itu ditahan penyidik Kepolisian Resort Seram Bagian Timur karena merusak alat berat milik CV. Sumber Berkat Makmur (SBM). Pada Kamis (26/8) sudah digelar sidang perdana atas kasus pengrusakkan tersebut di Pengadilan Negeri Dataran Hunimua di Bula, kabupaten SBT.
Dalam orasinya pendemo menduga CV. SBM merupakan sebuah perusahan yang beroperasi di bidang perkebunan pala di Kecamatan Siwalalat, Kabupaten SBT namun senyatanyaperusahan tersebut melakukan pembalakan liar atau illegal loging.
Para pendemo menyatakan izin yang dikantongi CV. SBM baik izin usaha perkebunan pala maupun izin IPK cacat secara prosedur.
“Sebab jika mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup khusus pada pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa analisis dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai penting suatu usaha yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. Tapi ternyata prosedur itu dilangkahi CV.SBM,” teriak orator pendemo.
Selajutnya, teriak orator AMAWS, di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor : 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Pembahasan Amdal dan Izin Lingkungan Hidup dijelaskan, bahwa masyarakat yang dilibatkan dalam pembahasan Amdal terdiri dari masyarakat terkena dampak, masyarakat pemerhati lingkungan, dan masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
“Bertolak pada undang-undang di atas dan sesuai fakta bahwa masyarakat negeri Sabuai tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan Amdal, selama lebih kurang tiga tahun perusahan beroperasi hanya melakukan pengembangan kayu dan tidak ada perkebunan pala”.
“Pembalakan liar CV. SBM juga memberikan dampak ekologis sehingga berpengaruh pada kehidupan masyarakat Sabuai sehingga terjadi banjir pada 6 Agustus 2021. Semua ini merupakan bukti nyata dari pembalakan liar CV. SBM”.
“Kami menuntut agar bebaskan dua pahlawan hutan adat Sabuai dan mendesak Pemerintah Provinsi Maluku memberikan penghargaan terhadap dua pahlawan hutan adat Sabuai atas jasa mereka membongkar kasus kejahatan kehutanan CV. SBM.
Kami juga mendesak pemerintah daerah melakukan reboisasi hutan adat Sabuai dan melakukan normalisasi terhadap daerah aliran sungai di negeri Sabuai dengan membuat talud penahanan air,” pungkas orator AMAWS. (RM-04)
Discussion about this post