Referensimaluki.id ,- “Kenapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun? Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika ia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana menghentikan tetesan air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.” (Tere Liye).
***
Dini hari pukul 03.00 Wit saat terjaga dari tidur dan hendak ke toilet, saya sempat membuka hand phone dan terlihat ucapan duka atas wafatnya mantan Pimpinan KPU Provinsi Maluku La Alwi Adjid, SH, yang di posting salah seorang nitizen di facebook, yang berasal dari daerah yang sama dengannya di Seram Utara Barat sana. Saya terpana tidak percaya, lantas berselang beberapa menit kemudian sudah ada lagi satu nitizen yang mempublis kabar duka wafatnya mantan Ketua KPU Kabupaten Maluku Tengah ini.
Barulah kemudian saya percaya Bang Alwi sosok smart, yang ahli dalam penyelenggaraan pesta demokrasi itu benar-benar telah tiada. Bang Alwi telah berpulang ke ramatullah, inalilaihi wainalihali rajiun, turut berduka cita yang mendalam atas kepergian Bang Alwi, semoga diterima semua amal baiknya, diampuni segala dosanya, dan mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT, serta keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan, kesabaran dan keiklasan, amien.
Sebelumnya saya tidak mengenal Bang Alwi sama sekali, hanya mendengar namanya dari perbincangan kawan-kawan aktifis di Kota Ambon, dan membaca berita di surat kabar lokal yang memberitakannya selaku Ketua KPU Kabupaten Maluku Tengah disepanjang tahun 2007 lalu. Koleganya seangkatan dengannya di Fakultas Hukum Unpatti pernah menceritakan kepada saya, Bang Alwi adalah sosok sederhana dan mandri, sejak dahulu kala di saat kuliah di Fakultas Hukum Unpatti.
Ia sudah berdagang di pasar layaknya orang-orang dari tanah leluhurnya di Buton sana, yang memiliki talenta sebagai saudagar. Dari berdagang itu Bang Alwi membiayai kuliahnya di kampus merah Unpatti tersebut, hingga selanjutnya ia meraih gelar sarjana hukum. Hingga kemudian ia meraih sukses dengan karier puncaknya sebagai Ketua KPU Kabupaten Maluku Tengah dan Anggota KPU Provinsi Maluku.
Kemandiriannya tersebut mengingatkan saya pada ungkapan Andrie Wongso, seorang motivator, yang hits melalui bukunya : “15 Wisdom & Success” yang dipublis pada tahun 2005 lalu bahwa, “kita harus hidup mandiri, bebas dari ketergantungan dan miskin mental (malas, tidak disiplin, lesu, dsb).” Di tahun 2014 lampau saya pernah mengikuti seleksi anggota KPU Provinsi Maluku bersama Bang Alwi, dan kawan-kawan lainnya. Kita pertamakali bersua saat psikotes di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Nania.
Saat itu ia bersama sahabatnya salah satu anggota KPU Kabupaten Maluku Tengah, yang turut bersamanya mengikuti seleksi anggota KPU Provinsi Maluku. Ketika bersua dengannnya ia sempat berbincang-bincang dengan saya, dengan mengatakan dalam dialeg Melayu Ambon, “oh katong dengar kamong lai maju di KPU Provinsi Maluku Jen, ada orang bilang kamong juga punya potensi, jang anggap enteng anak-anak muda.” Saya hanya menjawab, “Bang Alwi katong ikuti saja, kalau nasib baik katong lulus, kalau seng katong harus bersabar hati lain waktu katong tes lai to.
”Rupanya karena pengalamannya dalam bidang kepemiluan, dan memiliki jaringan (networking) yang baik ia pun lolos hingga kemudian dilantik sebagai anggota KPU Provinsi Maluku. Saya belum diberi kesempatan untuk berkiprah sebagai komisioner KPU Provinsi Maluku. Tak putus asa saya pun mencoba peruntungan lagi, dengan mengikuti seleksi anggota KPU Kota Ambon, yang dilaksanakan dalam tahun yang sama. Saya pun mengikuti babak penyisihan di level KPU Provinsi Maluku, yang diuji para Pimpinan KPU Provinsi Maluku, setelah sebelumnya di uji Pansel anggota KPU Kota Ambon.
Salah satu yang menguji saya saat itu adalah Bang Alwi, ia melontarkan pertanyaan yang menjebak tentang pasal-pasal di konstituis RI yang relevan dengan lembaga pengelenggara Pemilu. Saya confidence menjawabnya, dan ternyata jawaban saya kepadanya belum tepat. Saya cukup memaklumi saat itu belum terlalu banyak menguasai hal ikwal kepemiluan, lantaran baru terjun sebagai penyelenggara Pemilu dengan menjadi anggota Panwaslu Kota Ambon pada tahun 2014. Hasil akhir nama saya dikirim ke KPU RI di Jakarta, dimana hanya berada pada posisi tujuh alias tidak dilantik.
Ada perasaan kecewa kepadanya, dan saya kira itu sesuatu yang manusiawi, lantaran kita sama-sama pernah tes calon anggota KPU Provinsi Maluku, berharap ia bisa mensupport saya atas nama solidaritas perkawanan, namun ia tidak bisa mensupport saya. Lama-kelamaan saya pun menyadari tidak perlu kecewa berkepanjangan kepada Bang Alwi dan kawan-kawan lainnya, yang saat itu menjadi anggota KPU Provinsi Maluku, karena itu sikap tidak dewasa. Meraih jabatan publik, kita manusia telah berupaya dengan optimal, namun semuanya dikembalikan kepada suratan takdir Yang Maha Kuasa.
Pada akhirnya semua berjalan apa adanya dan mencair kembali, kita saling menyapa saat pleno Pemilu Legislatif di tahun 2014 lalu. Begitu pula pleno-pleno lainnya yang dilaksanakan menjelang Pemilu 2019 lalu. Saya masih ingat takala pada suatu kesempatan, saya menjemput famly di Pelabuhan Hurnala Tulehu, saat itu saya mengenakan kacamata model rayban warna hitam, untuk melindungi pandangan mata dari sengatan panas, lantaran matahari yang semakin meninggi pertanda siang telah tiba.
Saat kapal cepat dari Pelabuhan Amahai bersandar, nampak Bang Alwi yang baru turun dari kapal cepat, ia dari Masohi. Melihat saya ia pun menyapa “ketua”, saya pun balik menyapanya “Bang komisioner KPU Provinsi”. Ia juga sosok pribadi yang supel, jika sudah benar-benar mengenal seseorang, dimana saja bersua dengannya ia kadang yang lebih dulu menegur sambil bertanya hendak kemana. Pada tahun 2019 lalu, ia mencoba peruntungan kembali dengan mengikuti seleksi anggota KPU Provinsi Maluku, untuk masa jabatan yang kedua.
Dari kabar yang beredar ia menempati rengking lulusan terbaik. Hanya saja dalam perjalanannya Bang Alwi belum beruntung, dimana tidak lolos sebagai anggota KPU Provinsi Maluku. Saya masih ingat kata-katanya di akun facebooknya, sebagai ekspresi kegagalannya dalam seleksi anggota KPU Provinsi Maluku, “setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya.” Gagal sebagai anggota KPU Provinsi Maluku, ia memilih pulang ke kampungnya Negeri Administartif Gale-Gale di Seram Utara Barat sana.
Pada 30 Mei 2020 lalu ia didapuk Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah sebagai Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) Administratif Gale-Gale defeitif. Meskipun harus “turun kelas” dari level provinsi hingga tiga tingkat dibawah kabupaten, dan kecamatan, tapi tidak membuatnya gengsi menjalankan roda pemerintahan di level terendah dalam sistem pemerintahan Indonesia tersebut. Ia jalani jabatan itu dengan baik. Sesekali ia memposting aktifitasnya bersama warga desanya di akun facebooknya, suatu pertanda kesibukannya mejalankan roda pemerintahan di desanya.
Apa yang saya narasikan tentang Bang Alwi tentu adalah sebuah memori, seperti kata Jean Paul (1763-1825), seorang penulis berkebangsaan Jerman, yang hits melalui novelnya berjudul : “Titan” yang terbit pada tahun 1800 lampau bahwa, “memori adalah satu-satunya surga yang tidak bisa kita usir.” Tentu banyak kenangan bersamamu Bang Alwi. Hari ini dan hari-hari selanjutnya kita tidak akan lagi melihat postingan Bang Alwi di akun facebooknya atau sekedar bersua dengannya. Ia telah benar-benar pergi. Insya Allah khusnul khotimah. Selamat jalan Bang Alwi. (M.J. Latuconsina).
Discussion about this post