OLEH : RIZSKI HARYUDI RUMALUTUR (Mahasiswa Pascasarjana FISIPOL Unpatti)
Menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-76, Masyarakat Provinsi Maluku turut mengibarkan Bendera Merah Putih dilingkungannya seperti di depan rumah, di depan kantor-kantor dan tak luput juga di area jalan-jalan yang dihiasi dengan pernak-pernik berwarna merah dan putih selama bulan Agustus.
Pengibaran bendera merah putih di rumah atau lingkungan masing-masing merupakan salah wujud persatuan dan cinta tanah air.“Bulan Agustus merupakan bulan kemerdekaan bagi seluruh masyarakat Indonesia,”
Pengibaran bendera merah putih merupakan kebanggaan sebagai warga negara Indonesia yang berjiwa nasionalisme. “Bangsa Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah yang panjang. Mulai dari zaman kerajaan, penjajahan sampai ke zaman kemerdekaan. Hal ini tak mudah untuk mencapai kemerdekaan,”
Maluku Berada diantara Peluang dan Tantangan.
Posisi Maluku didalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku Tahun 2013-2033, yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 16 Tahun 2013, telah terkonsep untuk rencana percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan antar wilayah sebagai wilayah kepulauan. Pembangunan diimplementasikan menggunakan pendekatan wilayah berdasarkan konsep Gugus Pulau. Pulau Masela oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Maluku ditempatkan dalam konsep Gugus Pulau XI – meliputi wilayah kepulauan Babar, Leti, Moa dan Damer, dari pemetaan konsep 12 Gugus Pulau di Provinsi Maluku.
Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) Maluku, telah mengundang dan terciptanya sistem kolonialisme dunia, bahkan sistem kapitalisme yang memonopoli dan mengatur pasar ekonomi dunia, sepertinya berawal dari era “rempah-rempah” (SDA) Maluku. Bangsa Eropa mempraktekkan politik kolonialisme dan sistem kapitalisme, sebagai cara menguasai kekayaan sumber daya alam suatu wilayah atau negara, boleh jadi bermula di kepulauan Maluku. Politik kolonialisme Eropa mulai berakhir dipertengahan abad ke-19, kini berganti wajah menjadi Neo-colonialism, atau kolonialisasi modern.
Dalam pengelolaan Blok Masela terkesan adanya keterlibatan berbagai kepentingan penguasaan yang diakomodir melalui regulasi politik kebijakan yang liberalism, bersifat elastis, dan multi-tafsir. Sehingga membangun opini pembenaran sepihak yang menghasilkan ruang kebebasan dan kuasa sebesar-besarnya bagi neo-colonial dengan kekuatan kapitalnya.
Penguasaan kekayaan sumber daya alam dan pasar ekonomi suatu negara terbuka dan bebas, tetapi telah berada di dalam genggaman dan penguasaan rezim kolonial modern. Rakyat atau masyarakat biasa tetapi pemilik wilayah SDA, umumnya menjadi korban, hak-haknya terabaikan, sebaliknya tanpa daya, terbelunggu dan hingga melarat kehidupannya di lumbung kekayaan SDA-nya sendiri.
Negara Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, dengan menyatakan kemerdekaannya setelah lepas dari cengkeraman penjajahan bangsa asing selama ratusan tahun sebelumnya. Dari pengalaman selama dijajah bangsa asing,
dijadikan catatan pengingat dalam menghasilkan sistem pengelolaan negara dan tujuan pemanfaatan kekayaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tujuan dimaksud resmi tercantum di dalam konstitusi negara Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), Pasal (33) Ayat (3) ; “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Maluku sangat lama dicengkeram oleh bangsa-bangsa asing. Walaupun sebelumnya juga memiliki beberapa kerajaan lokal, tetapi kekuatan bangsa kolonial asing mampu menundukkan, menguasai, dan berhasil menjajah bumi Maluku. Kemudian leluasa merampok kekayaan sumber daya alamnya. Sejarah perlawanan Orang-Maluku terhadap para penjajah melalui peperangan demi peperangan sejak abad ke-15 hingga abad ke-19 untuk melindungi tanah air dengan segala kekayaan alamnya. Sejarah peperangan paling lama, terjadi di Maluku, itu telah mengorbankan ribuan nyawa. Perlawanan oleh Sultan Babullah, Sultan Hairun, Sultan Nuku, A.M. Sangaji, Kapitan Kapahaha, Kapitan Kakiali, dan para pejuang rakyat Maluku dari bagian paling utara di pulau Morotai hingga kepulauan paling selatan di lautan Arafuru.
Perlawanan rakyat Maluku oleh para pahlawannya terhadap penjajahan, berlangsung lebih dari 300 tahun lalu. Puncak perlawanan terjadi dalam perang di bulan Mei tahun 1817 yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura. Kapitan Pattimura bersama para Kapitan lain dan rakyat di kepulauan Maluku bagian tengah, berhasil menghancurkan pasukan Belanda di benteng Belanda Durstede di pulau Saparua, kemudian mendudukinya selama beberapa waktu sebelum kemudian kembali direbut oleh Belanda. Peperangan yang kemudian dikenal dalam sejarah sebagai “Perang Pattimura”, suatu peristiwa heroik rakyat Maluku yang terjadi sudah lebih dari 200 tahun silam, menjadi bagian terpenting dari sejarah kepahlawanan negara Indonesia.
Maluku adalah “prasasti” yang menerangkan bagian tak terbantahkan dan tak terpisahkan dari sejarah perlawanan dan perjuangan suku bangsa di Nusantara. Maluku memiliki kontribusi sangat jelas dalam menyatukan wilayah Nusantara yang terpisah secara kepulauan, hingga sampai merdeka dari penjajahan bangsa asing, kemudian menjadi sebuah negara merdeka bernama Indonesia saat ini.(*)
Discussion about this post