Referensimaluku.id.Ambon-Gugatan pembatalan hibah tanggal 5 September 2011 yang diajukan Rycko Weynner Alfons alias Iwan terhadap Barbara Jacqualine Imelda Alfons alias Eda di Pengadilan Negeri (PN) Ambon mengandung banyak keanehan.
Setelah mediasi gagal dan masuk pokok perkara sebelum proses jawab menjawab dilakukan, Ketua Majelis Hakim Lucky Rombot Kalalo menanyakan kuasa hukum Iwan selaku Penggugat yakni Mourits Latumeten “apakah gugatan tersebut ingin dibacakan atau dianggap dibacakan”, tetapi kuasa hukum Iwan dengan lantang menyatakan karena tidak ada perubahan maka gugatan dianggap dibacakan karena gugatan juga sudah di tangan Eda selaku Tergugat dan kuasanya.
Setelah eksepsi atau keberatan pertama mengenai kewenangan absolut Tergugat ditolak dalam putusan sela (putusan di luar pokok perkara) pada sidang tanggal 12 Agustus 2021 dilanjutkan Sidang Komisi atau Pemeriksaan Setempat (PS) pada Jumat, 13 Agustus 2021. Ketika ketua majelis hakim mencocokan letak objek sengketa di RT.003/RW.001 Kelurahan Batu Gajah, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon sesuai posita ke-5 dan petitum ke-3 gugatan Penggugat, Iwan dan tim kuasa hukumnya yang dikomandani Mourits Latumeten mengakui penulisan Kelurahan Batu Gajah di Kecamatan Nusaniwe adalah salah ketik, padahal terdapat penulisan Kelurahan Batu Gajah, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon sebanyak tiga kali yakni di poin ke-5 posita gugatan dan pada paragraf pertama dan paragraf kedua petitum ke-3 gugatan Iwan.
Ketika ditanyakan ketua majelis hakim siapa yang lagi menguasai objek tanah sengketa seluas 203 meter persegi milik Ibu kandung Eda, yakni Josina Magdalena Alfons, Iwan dan tim kuasa hukumnya mengakui Jemaat Gereja Protestan (GPM) Zion Batu Gajah, akan tetapi ibadah sudah dialihkan ke gedung gereja induk karena laporan pidana penipuan, penggelapan hak dan penyerobotan tanah yang dilayangkan Eda ke Kepolisian Daerah Maluku. Sekalipun Enda menampik tidak pernah ada surat hibah pengganti dari ayah Iwan, yakni almarhum Jacobus Abner Alfons, tapi Iwan tetap ngotot ingin membatalkan hibah tersebut. Padahal Iwan tidak dalam kedudukan hukum sebagai pemberi hibah. Menurut Eda, tanah seluas 203 meter persegi yang sempat digunakan pihak Majelis Jemaat GPM Sion Batu Gajah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, adalah pemberian mendiang neneknya Barbalina Mainake/Alfons kepada ibunya Josina Magdalena, akan tetapi karena ibunya sudah menjadi warganegara Belanda maka atas inisiatif almarhum Jacobus Abner Alfons dibuatlah secara simbolis Surat Hibah tanggal 5 September 2011 atas nama Eda. Surat hibah secara simbolis dibuat atas nama Eda karena diduga ada keinginan oknum tertentu untuk menguasai tanah tersebut secara diam-diam dan melawan hak Eda dan ibunya.
Sebelum pembangunan gedung gereja sementara jemaat GPM Sion Batu Gajah sempat ada permohonan izin oleh Iwan ke Josina Magdalena Alfons atau Sin atau Ata melalui aplikasi WhatsApp yang isinya ”Ata (Josina Magdalena Alfons) Iwan kan skarang ganti papa (Jacobus Abner Alfons) di Panitia Pembangunan /Renovasi Gereja Sion. Iwan selaku Panitia selaku anak minta izin dari Ata untuk lokasi tanah kosong yang Ata punya di bekas om Ais Suitela tuh dibangun gereja sementara karena tidak ada lagi lokasi yang lain.
Panitia dan Majelis Jemaat SION datang dan minta izin dari keluarga Alfons untuk dibangun gereja sementara sesuai komitmen papa saat masih duduk selaku Ketua Panitia Pembangunan. Iwan tahu Ata tidak menolak pekerjaan TUHAN, tapi sebagai anak Iwan musti kasih tahu. Semoga apa yang Katong lakukan demi pekerjaan Pembangunan Rumah Tuhan dapat memberikan berkat bagi kehidupan Katong keluarga samua”.
Ternyata selama proses pembangunan gedung gereja sementara Jemaat GPM Sion Batu Gajah baik Ketua Majelis Jemaat GPM setempat Pendeta Diana Akyuwen dan panitia pembangunan gedung gereja sementara tidak pernah sekalipun beretikad baik untuk berkoordinasi dengan Eda maupun ibunya Josina Magdalena Alfons.
Tidak pernah ada permintaan izin dari Akyuwen dan Panitia Pembangunan gedung gereja sementara jemaat GPM Sion Batu Gajah kepada Eda dan ibunya Josina Magdalena Alfons. Sekalipun kecewa atas sikap Majelis Jemaat GPM Sion akan tetapi Eda dan ibunya Josina Magdalena Alfons masih menempuh cara damai untuk meminta klarifikasi pihak Majelis Jemaat GPM Sion Batu Gajah dengan pihak Panitia sehingga terjadi pertemuan di restoran Hotel Mutiara Ambon pada September 2017. Selain Eda dan ibunya Josina Magdalena Alfons, juga hadir Diana Akyuwen, Roy Repper, Simon Haumahu dan Advokat Rony Sapulette.
Saat itu Eda dan ibunya sempat melayangkan protes dan keberatan karena lokasi tanah berdasarkan Surat Hibah tanggal 5 September 2011 adalah sah milik Eda dan ibunya. Namun, Akyuwen pura-pura tak menggubris keberatan Eda dan ibunya. Akyuwen berkelit dan meminta Eda untuk berbicara baik-baik dengan Iwan dan ahli waris Jacobus Abner Alfons di saat keharmonisan keluarga Jacobus Abner Alfons, Josina Magdalena Alfons dan Obeth Nego Alfons mulai merenggang karena di ambang konflik penguasaan harta pusaka peninggalan almarhum Jozias Alfons, almarhym Johanis Alfons dan almarhum Hentjie Alfons yang mulai memanas di pertengahan 2017.
Pembangunan Gedung gereja sementara jemaat GPM Sion Batu Gajah tetap berjalan. Pada pertengahan 2019 ada permintaan Eda melalui kuasa hukumnya Rony Samloy ke Ketua Sinode GPM yang kala itu dijabat Ates Werinussa dengan Sektretaris Umum Elifax Maspaitella untuk membicarakan baik-baik penguasaan tanah milik Eda dan ibunya tapi sampai teguran tertulis (somasi) kedua dilayangkan Eda, pihak Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode GPM tidak beretikad baik menerima keinginan dan tawaran baik Eda dan kuasa hukumnya, yakni membuat surat pernyataan yang isinya menyatakan tanah di mana dibangun gedung gereja sementara Jemaat GPM Sion Batu Gajah adalah milik Eda atau ibunya. Justru terkesan ada lempar tanggung jawab.
Ketika pihak MPH Sinode GPM melalui salah satu anggota Divisi Hukum yakni George Leasa berinisiatif memediasi persoalan ini baik-baik pada akhirnya juga mengalami jalan buntu karena pihak MPH Sinode GPM terkesan tidak berpegang pada fakta hukum tetapi pada pengakuan orang yang bukan pemilik lahan. Somasi ketiga yang dilayangkan kuasa hukum Eda lagi-lagi tidak digubris karena pihak Majelis Jemaat GPM Sion Batu Gajah bersikeras tanah itu milik Iwan dan ahli waris lain dari almarhum Jacobus Abner Alfons.
Merasa pihak MPH Sinode GPM tidak bijak dan tak mampu mengatasi persoalan dengan mengedepankan Firman TUHAN “katakan benar di atas benar dan salah di atas salah” Eda melalui kuasa hukumnya membawa kasus penyerobotan tanah, penggelapan hak dan penipuan ini ke Polda Maluku untuk diproses hukum lebih lanjut. Merasa tersudut dan diduga takut ditetapkan tersangka, Iwan dan saudara-saudaranya membuat berita di media online Tribun.Maluku.Com dan Ambontodays.Com yang isinya seakan-akan Eda dan ibunya yang mengusir jemaat GPM Sion Batu Gajah keluar dari tanah sengketa, padahal tidak seperti itu. Setelah laporan Eda dinaikan status dari penyelidikan ke penyidikan, diduga kuat gugatan perkara ini diajukan Iwan untuk menghambat proses hukum di Polda Maluku.
“Jadi yang terjadi ada pemutarbalikan fakta dan penyebaran berita bohong di tengah masyarakat Batu Gajah seakan-akan saya yang mengusir jemaat GPM Sion keluar dari gedung gereja sementara.Padahal semua itu tidak benar. Boleh dibilang Iwan dan saudara-saudaranya yang tidak jujur untuk mengakui kesalahan mereka. Prinsipnya saya tidak takut dengan gugatan mereka karena tanah itu milik saya dan ibu saya,” pungkas Eda menantang. (Tim RM)
Discussion about this post