Oleh: dr Thommy Adoe
Pemerhati Kesehatan
Dokter Anak dan Konsultan Neonatologi RSUD Kota Bekasi, Jawa Barat
PANDEMI virus korona (Covid-19) yang menimbulkan banyak korban jiwa seharusnya menjadi fokus utama pihak Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Maluku dan pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Melkianus Haulussy di Kudamati, Kota Ambon, untuk memikirkan cara terbaik bagaimana mengurangi dan bahkan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di wilayah ini.
Artinya, antara pihak Diskes Provinsi Maluku dan pihak RSUD dr. Melkianus Haulussy harus saling bersinergi dalam menyelesaikan masalah pelayanan Covid-19 dan dalam upaya mendorong peningkatkan semangat juang para tenaga kesehatan (nakes). Bahwa untuk segera keluar dari wabah yang telah menguras habis sumberdaya tersedia dibutuhkan kerja sama dan saling koordinasi di antara pihak Diskes Maluku dan pihak RSUD dr. Melkianus Haulussy. Tetapi yang terjadi justru tidak seperti apa yang diharapkan masyarakat maupun pemangku kepentingan lain di Maluku. Tiba-tiba muncul benturan komunikasi birokrasi yang ’’tidak terpuji” dari pribadi dan pemangku jabatan di Diskes Provinsi Maluku terhadap manajemen RSUD dr. Marthinus Haulussy sebagai aset rumah sakit tertua dan kebanggaan orang Maluku. RSUD dr.Melkianus Haulussy direncanakan pembangunan pada 1946, namun hingga selesai dan diresmikan pada 3 Maret 1954 di masa pemerintahan Gubernur Johanis Latuharhary.
Gotong Royong, kerja sama dan baku sayang yang harus ditunjukan tidak tercermin dalam diri Pelaksana Tugas (Plt) Kadiskes Provinsi Maluku dan pihak RSUD dr Melkianus Haulussy. Pernyataan Plt Kadiskes Maluku yang sepihak menuding pihak RSUD dr.Melkianus Haulussy dengan kata ’’Rakus’’ yang tak berdasar terkait data penerimaan insentif Nakes RSUD dr. Melkianus Haulussy sangat disesalkan. Mengapa demikian? Sebab, tugas Plt Kadiskes Maluku yang seharusnya mengayomi dan menjadi contoh bagi orang lain malahan menuding dengan mengumbar ke publik yang menggambarkan arogansi dan pernyaaan tendesius Plt Kadiskes Provinsi Maluku. Permasalahan yang harusnya bisa diselesaikan melalui pendekatan musyawarah dan mufakat tak mampu diwujudkan. Permasalahan kian membesar dan akhirnya mengganggu di saat semua pihak tengah berkonsentrasi pada penanganan Covid-19 dan percepatan vaksinasi Covid-19. Sungguh fenomena yang patut disesalkan dan direnungkan bersama. Pihak RSUD dr.Melkianus Haulussy dituding ’’rakus’’ oleh Plt Kadiskes Maluku.
Padahal, banyak kalangan mengetahui jika kata (frasa) ’’Rakus’’ yang dituduhkan Plt Kadiskes Provinsi Maluku ke manajemen RSUD dr.Melkianus Haulussy sama sekali tak memiliki korelasi dan relevansi, dan bahkan cenderung mengelikan rasa karena pokok permasalahannya hanya tentang data yang belum terkumpul. Publik dapat saja menilai adanya misskomunikasi yang terjadi di antara pihak dinas terkait dengan pihak RSUD dr. Melkianus Haulussy sehingga menyebabkan tuduhan tersebut terjadi. Tuduhan itu tidak serta merta akan tuntas secepatnya apalagi tudingan itu sudah dipublikasikan melalui media massa mainstream maupun media online. Masyarakat Maluku akan bertanya ada apa dengan kedua lembaga di garis depan penanganan Covid-19 di Maluku? Bukankah seharusnya Plt Kadinkes Provinsi Maluku bisa lebih bijak mengekspresikan emosi, ekspresi dan persepsi yang positif dalam menyelesaikan suatu permasalahan antarlembaga terkait dan bukan sebaliknya justru menunjukan sikap arogansi dari seorang petinggi atau bisa juga diartikan menjadi momentum pamer kekuasaan? Hanya Pembaca dan masyarakat Maluku yang bisa menilainya. Seharusnya Plt Kadiskes Maluku lebih arif dan belajar memahami budaya orang Maluku yang cintai damai dan saling menghargai. (*)
Discussion about this post