Referensimaluku.id – Ambon, – Koneksi Belanda dan Maluku tak sebatas pada romantisme masa lalu. Di zaman Kolonial dekade 1602 hingga 1942 dan 1945-1959, banyak orang Maluku direkrut masuk tentara Kerajaan Belanda atau KNIL ( Koninklijke Nederlandsche-Indische Leger) dan pasukan Marsose memadamkan pemberontakan-pemberontakan di seluruh penjuru Tanah Air.
Jika Inggris menggunakan tentara bayaran (soldiers of fortune) dari Nepal bernama pasukan Gurkha, Belanda menggunakan orang Maluku sebagai tentara pribumi karena pemberani dan loyal. Kisah koneksi ini berujung pada eksodus lebih kurang 12 ribu tentara KNIL Ambon dan keluarganya ke Belanda pada akhir 1950.

Saat ini jumlah warganegara Belanda keturunan Maluku diperkirakan mencapai 900 ribu jiwa tersebar di beberapa kota di Negeri Kincir Angin itu. Hasil kawin-mawin sesama orang Maluku maupun dengan orang Eropa di Belanda akhirnya melahirkan generasi pesepakbola internasional Belanda keturunan Maluku maupun keturunan Suriname-Belanda-Maluku.
Siapa tak kenal Simon Tahamatta, Sony Silooy, Roy Makaay, Piere Van Hoijdonk, Dany Landzaat, Nigel de Jong, Giovanni Van Bronckhorst, Carmen Manduapessy, dan Vanity Lewerissa. Mereka adalah penggawa timnas Belanda di Piala Dunia dan Piala Eropa dekade 1980an hingga 2010. Bahkan talenta muda Belanda berdarah Maluku macam Tristan Gooijer dan lain-lain masih akan menghiasi skuad Belanda di kejuaran-kejuaraan internasional di masa mendatang.
Koneksi itu pula yang menyebabkan orang Maluku “cinta mati” timnas Belanda. Kalah dan menang hal lumrah dalam sepakbola. Bagi orang Maluku, timnas Belanda harga mati. Setiap kali Belanda memenangi laga di Kejuaraan Eropa atau Piala Dunia, orang Maluku selalu menggelar konvoi kemenangan. Bendera Belanda dibentangkan dalam ukuran kecil,sedang dan besar berukuran panjang 75 meter hingga 100 meter di atas bangunan, pepohonan tinggi dan bambu.

Euforia kemenangan timnas Belanda selalu dirayakan di seantero Maluku sebagai wujud kecintaan pada Belanda dan timnas “The Flying Dutchman”. Arak-arakan kemenangan “De Oranye” di Maluku umumnya dan Ambon khususnya lebih militan dari tempat-tempat lain di dunia. Sukacita kemenangan pendukung De Oranye di Masohi, ibu kota Kabupaten Maluku Tengah, Senin (14/6) menjadi perhatian dan viral di Belanda. Timnas Belanda menggunggah video konvoi pendukung Belanda di Masohi tersebut di Instagram mereka.
“Biar mau cabut dengan linggis lai, timnas Belanda harga mati”. “Tim kami (Belanda) memang belum ada bintang,tapi semua tim bertaburan bintang sudah pernah dibantai Belanda”. Dankje Wel cinta Ambon voor De Oranye”. (Rony Samloy)
Discussion about this post