REFERENSIMALUKU.ID, Jika pembentukan klub-klub sepakbola baru (Ambon Putra, Ambon United, Maluku United, Maluku FC dan Jong Ambon FC) di Kota Ambon dinilai sebagai ruh kebangkitan sepakbola di ibu kota Maluku menyusul tenggelamnya Persatuan Sepakbola Ambon (PSA) di kancah persepakbolaan nasional pada awal dekade 1990-an, maka konsistensi pembinaan ke depan menjadi parameter utama mengukur sejauh mana ketulusan dan komitmen pendiri klub-klub sepakbola berdiri di atas pijakan sportivitas atau kepentingan politik sesaat.
Fakta empiriknya sudah menjadi lembaran pengujian sahih betapa sepakbola belum berani digiring maju ke ranah industrialisasi sepakbola nan profesional, tetapi sebaliknya justru sepakbola dijadikan sarana pencitraan menuju singgasana kekuasaan politik di kota ini. Pembentukan klub sepakbola seyogianya tidak bermaksud sekadar mengantongi 1 (satu) suara saat Kongres Luar Biasa PSSI, tetapi bagaimana klub itu diurusi dengan manajemen profesional. Yang namanya profesional di sini ialah seluruh pengurus klub harus duduk bersama dalam setiap kesempatan dan tak ada ruang menjadikan roda organisasi ke dalam lingkaran setan “manajemen tukang cendol”.
Sudah beberapa klub sepakbola terbentuk di Ambon dan bahkan dilaunching, tapi apa lacur? Semua hanya sesaat. Ketika kompetisi resmi digelar, pemain-pemain kehilangan induk manajemen. Semua strategi hilang di tengah jalan. Hanya untuk membayar ongkos transportasi latihan pemain setiap hari sebesar Rp.50.000 per pemain saja sulit terwujud, apalagi mengatasi biaya home and away yang mencapai kisaran Rp 500 juta untuk kedua partai ini. Ini belum sampai pada urusan biaya ke Liga 2. Untuk kompetisi Liga 3 saja belum tentu paten dilakoni. Sudah begitu, pejabat-pejabat di daerah ini sangat kurang pro sepakbola.
Lain di bibir dan lain di hati. Bangun sepakbola tak hanya lips service, bahasa pemanis bibir. Itu butuh payung hukum dan kontribusi anggaran tak sedikit jumlahnya. Mana ada dunia usaha di Ambon yang dengan kerelaan mau membantu klub sepakbola yang “panas tahi ayam”?Omong kosong jika pemerintah daerah hanya diam seribu bahasa. Kita perlu memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang ingin membangkitkan ruh sepakbola di Ambon Manise, tetapi tak keliru juga jika nada skeptik dan rasa pesimistik masih menyelimuti sebagian khalayak sepakbola di “Bumi Raja-raja” ini. Sepakbola tak sekadar olahraga tetapi juga olah hati.
Sepakbola Ambon hanya butuh keberanian untuk bangkit. Justru sebaliknya sepakbola Ambon akan kian terjerambab jika diolah dengan kepalsuan dan “hati yang busuk”. Jangan meninabobokan khalayak sepakbola dengan jamuan “jamu satu tetes air susu Mama bikin Beta rindu kebangkitan sepakbola Ambon”. Urus sepakbola hanya berbicara soal totalitas dan berani berkorban. Selama tak ada aura tersebut, sepakbola Ambon akan terus mati suri. Selamat untuk Jong Ambon FC. Publik hanya menanti konsistensi bukan seremonial pembuka pesta. (Ronny Samloy)
Discussion about this post